Hukum Rukun dan Syarat Hibah– Di dalam Hukum Islam dibolehkan seseorang untuk memberikan sebagian atau seluruhnya harta kekayaan yang dimiliki ketika masih hidup kepada orang lain. Pemberian semasa hidup itu sering disebut sebagai “Hibah”. Di dalam hukum islam jumlah Harta seseorang yang dapat dihibahkan itu tidak dibatasi. Berbeda halnya dengan pemberian seseorang jika melalui wasiat yang terbatas pada sepertiga dari harta peninggalan yang bersih. berikut ini adalah pengertian hibah dan hal yang berkaitan dengan hibah.
Pengertian, Hukum, Rukun dan Syarat Hibah
Hibah adalah pemberian suatu barang oleh seseorang kepada orang lain, untuk dijadikan hak miliknya tanpa pembayaran dan tanpa suatu sebab serta tanpa maksud tertentu.
Allah Swt berfirman dalam surat Al-baqarah ayat 177 yang berbunyi:
وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ
Artinya : “Dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta.” (QS Al-Baqarah 177)
Rasulullah Saw bersabda :
لَوْدُعِيْتُ اِلٰى كُرَاعٍ اَوْذِرَاعٍ لَاجَبَىْتُ وَلَوْاُهْدِيَ اِلَيَّ ذِرَاعٌ اَوْكُرَاعٌ لَقَبِلْتُ
Artinya : “Sekiranya saya diundang untuk makan sepotong kaki binatang undangan itu pasti akan saya kabulkan, begitu juga kalau sepotong kaki binatang dihadiahkan kepada saya tentu akan saya terima.” (HR Bukhari)
Rukun Hibah
- Orang yang memberikan hibah (wahib)
- Orang yang diberi Hibah (Mauhub lahu)
- Barang yang dihibahkan (Mauhub)
- Akad (Ijab dab Kabul)
Syarat-Syarat Hibah
- Suatu yang dihibahkan ialah boleh diperjual belikan
- Yang menghibahkan sudah baligh, berakal, tidak terlarang mempergunakan hartanya dan yang dihibahkan miliknya sendiri.
- Orang yang menerima hibah dengan syarat berhak memiliki sesuatu yang dihibahkan . tidak sah hibah kepada bayi yang dalam kandungan, karena ia tidak dapat memiliki.
- Syarat ucapan ijab kabul dalam hal jual beli
Hibah itu dianggap dapat menjadi milik yang diberi dengan syarat setelah benda atau barang itu diterima oleh yang diberinya. kalau orang yang diberi hibah itu telah menerima pemberian itu, maka tidak ada hak lagi bagi orang yang memberi mencabut kembali, kecuali oleh ayah kepada anaknya.
Baca juga : Pengertian riba dan macam-macam riba
Jika hibah itu dibatasi untuk dipakainya seumur hidup atau disyaratkan harus kembali kepada pemiliknya jika ternyata ia lebih dahulu meninggal, maka benda itu tetap jatuh menjadi milik yang dijanjikan itu yaitu orang yang diberi hibah serta ahli warisnya dikemudian hari.
Hukum Hibah (Pemberian)
Hibah itu hukumnya sunah, dan lebih utama menghibahkan sesuatu kepada keluarga.
Dari Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra, Nabi saw bersabda:
لَايَحَلُّ لَرَجُلٍ مُسْلِمٍ اَنْ يُعْطِيَ اْلعَطِيَّةَ ثُمَّ يَرْجِعُ فِيْهَا اِلَّاالْوَالِدُ فِيْمَايُعْطِيْ وَلَدَهُ
Artinya : ” Tidak halal bagi seorang muslim yang telah memberikan pemberian, lalu ia meminta kembali pemberiannya, kecuali bagi orang tua (ayah dan ibu) dalam sesuatu pemberian kepada anaknya.” (HR Ahmad dan Imam empat)
Baca juga : Hukum dan fungsi Bank menurut Islam
Hukum Mencabut Hibah
Mencabut kembali hibah tanpa ada alasan yang dapat dibenarkan merupakan perbuatan yang tidak terpuji. adapun orang yang dibenarkan mencabut kembali hibahnya antara lain.
- Orang yang ada hubungan keluarga dengan pihak penerima hibah.
- Disarankan ada unsur ketidakadilan di antara anak-anak yang menerima hibah.
- Bila dengan adanya hibah itu ada kemungkarang yang menimbulkan iri hati dan fitnah.
Demikianlah mengenai pengertian hukum, rukun dan syarat Hibah semoga bisa bermanfaat