Musaqah Muzara’ah dan Mukhabarah – Dalam ilmu fiqih tidak hanya membahas mengenai ibadah saja, dalam ilmu fiqih juga membahas mengenai perekonomian dalam islam, ekonomi islam adalah ilmu yang membahas mengenai perilaku ekonomi manusia yang diatur dalam berdasarkan aturan agama Islam. baik itu berkaitan dengan jual beli, kerja sama, bidang jasa dan lain sebagainya.
Pada kesempatan kali ini akan membahas mengenai bentuk perekonomian dalam bentuk kerja sama dalam islam yaitu Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabarah, untuk lebih jelasnya mengenai pengertian ketiganya bisa membaca penjelasannya di bawah ini.
Pengertian Musaqah, Muzara’ah dan Mukhabarah
Pengertian Musaqah
Musaqah adalah paroan kebun, tanaman atau buah-buahan, dimana pemilik kebun menyerahkan kepada orang lain untuk memeliharanya sedangkan hasilnya dibagi antara pemilik dan orang yang memelihara menurut perjanjian. dari Ibnu ‘Umar berkata:
Artinya : “Bahwasanya Rasulullah Saw, mempekerjakan ahli Khaibar dengan perjanjian upah separuh dari hasil tanaman atau buah-buahan yang keluar dari tanah tersebut.” (HR Muslim)
Syarat-syarat Musaqah
- Si pemilik kebun harus menetapkan berapa lama waktu kerja, misalnya setahun, dua atau tiga tahun dan seterusnya. paling sedikit satu musim pohon berbuah menurut kebiasaannya.
- Orang yang mengerjakan harus sudah ditentukan pada waktu akad, berapa bagian jumlah hasil buah-buahan yang diterimanya, seperti sepertiga, setengah dan sebagainnya dengan perjanjian yang telah ditentukan.
Pekerjaan yang terdapat dalam musaqah ada dua macam
- Pekerjaan yang manfaatnya kembali pada pohon atau buah, hal ini dilaksanakan oleh orang yang diserahi tugas, seperti menyiram, membersihkan rumput, memberi pupuk dan lain sebagainya.
- Pekerjaan yang manfaatnya kembali kepada tanah, hal ini dibebankan kepada pemilik kebun, seperti perbaikan pagar, membuat aliran air, membuat alat penyiraman dan lain sebagainya.
Baca juga: Manfaat dan Hikmah Jual Beli Dalam Islam
Pengertian Muzara’ah
Muzara’ah adalah kerja sama antara pemilik sawah atau ladang dengan penggarap, dengan pembagian hasil menurut perjanjian dan benih tanamannya dari penggarap. kerja sama seperti ini rata-rata berlaku pada tanaman yang harga benihnya murah seperti padi, jagung, gandum, kacang tanah dan lain sebagainya.
Rasulullah Saw bersabda:
Artinya : ” Sesungguhnya Rasulullah Saw, menyerahkan kepada orang-orang yahudi khaibar kebun kurma khaibar dan tanah-tanahnya dengan perjanjian mereka akan kerjakan dengan modal mereka dan buat mereka separuh dari buahnya.” (HR Muslim)
Menurut Syafi’i haram hukumnya melakukan Muzara’ah, berdasarkan hadis dibawah ini.
Dari Tsabit Dlahik ra, bahwa rasulullah Saw Bersabda:
Artinya : “Bahwa Rasulullah Saw. Melarang bermuzara’ah, dan beliau memerintahkan dengan jalan sewa menyewa saja” (HR Muslim)
Sebagian ulama berpendapat, bahwa bermuzara’ah pun tidak ada halangannya seperti yang tersebut diatas, berdasarkan hadis Nabi Saw berikut ini.
Artinya: Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Bahwa Nabi Muhammad Saw tidak mengharamkan bermuzara’ah, bahkan beliau menyuruhnya, supaya yang sebagian saling menyayangi yang sebagiannya, dengan sabdanya : “Barangsiapa yang memiliki tanah, hendaknya di tanaminya atau diberikannya manfaat kepada saudaranya dan jika ia tidak mau maka bolehlah ditahannya saja tanahnya itu.” (HR Bukhari dan Muslim)
Jadi Muzara’ah adalah seseorang menyuruh orang lain untuk menggarap sawah atau ladangnya untuk ditanami apa saja dan benihnya dari penggarap, dengan perjanjian hasilnya setengah atau sepertiga untuk orang yang menggarap tanah itu.
Baca juga : Pengertian Rukun Dan Hukum Ji’alah Dalam Islam
Muzara’ah sangat dianjurkan oleh agama, asal tidak menimbulkan perselisihan atau tipuan di waktu panen. Tetapi jika dikhawatirkan timbul perselisihan atau percekcokan di waktu panen, maka sebaiknya penggarapan tanah itu dengan jalan sewa-menyewa yang patut, dan bukan dengan cara hasil bagi dari penggarapan tanah.
Pengertian Mukhabarah
Mukhabarah yaitu kerja sama antara pemilik sawah atau ladang dan penggarap dengan bagi hasil menurut perjanjian, sedangkan benih dari yang punya tanah. Kerja sama seperti ini berlaku pada perkebunan yang benihnya cukup mahal, misalnya : misalnya cengkeh, pala dan lain sebagainya.
Rasulullah Saw bersabda:
Artinya : “Dari Thaus ra. bahwa ia suka ber mukhabarah. Berkata Umar, lalu aku katakan kepadanya : Ya Abdurrahman! Kalau engkau tinggalkan mukhabarah ini, nanti mereka mengatakan, bahwa Nabi Saw telah melarang mukhabarah. Lantas Thaus berkata : telah menceritakan kepada orang yang sungguh-sungguh mengetahui akan hal itu, yaitu Ibnu Abbas , beliau Nabi Saw tidak melarang mukhabarah itu, hanya beliau berkata : bila seseorang memberi manfaat kepada saudaranya lebih baik baginya daripada ia mengambil manfaat dari saudaranya itu dengan upah yang dimaklumi.” (HR Muslim)
Andaikata amil (pekerja) pergi sebelum selesai pekerjaannya, namun haknya tetap ada disitu menurut lama masa kerjanya. Menurut pengarang kitab Al-Minhaj : dan tidaklah halal, mukhabarah yaitu mengerjakan tanah (sawah atau ladang) dengan mengambil sebagian hasilnya sedang benihnya dari amil (pekerja) dan tidak boleh muzara’ah, benih dari yang punya tanah.
Hikmah Muzara’ah dan Mukhabarah
Dibolehkan Muzara’ah dan mukhabarah agar tanah itu jangan sia-sia. Demikian juga ber musaqat, banyak orang yang mempunyai tanah berisi tanam-tanaman tetapi tidak bisa berbuat seperti diatas. Terutama untuk menghilangkan pengangguran yang masih merajalela dikalangan masyarakat. baca juga : manfaat atau faedah menabung menurut islam
Zakat bagi hasil sawah atau ladang
Zakat hasil paruhan atau bagi hasil diwajibkan kepada orang yang mempunyai benih. jadi pada muzara’ah zakat wajib terhadap pekerja. Hakekatnya dia lah yang bertanam. Yang mempunyai tanah seolah-olah mengambil sewa tanahnya. Pada mukhabarah, zakat diwajibkan kepada yang mempunyai tanah karena hakekatnya dialah yang bertanam. Pekerja hanya mengambil upah bekerja. Penghasilan dari upah tidak wajib zakat. Kalau benih dari keduanya, maka zakat wajib atas keduanya, diambil dari pendapatan sebelum dibagi.