Rukun Wakaf, Syarat Dan Hukum Wakaf

Diposting pada

Rukun Wakaf, Syarat Dan Hukum Wakaf – Kata Wakaf atau “waqf” adalah berasal dari bahasa Arab, yaitu Waqafa yang artinya menahan atau berhenti atau berdiam di tempat atau tetap berdiri. Menurut istilah fiqih Wakaf adalah memindahkan hak milik pribadi menjadi milik suatu badan yang memberikan manfaat bagi masyarakat. Dengan tujuan untuk mendapatkan kebaikan dan ridha Allah Swt.

Rukun Syarat Dan Hukum Wakaf

Wakaf menurut hukum Islam dapat juga berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf) baik berupa perorangan maupun berupa badan pengelola dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan syari’at Islam. Dalam wakaf terdapat hukum, rukun dan syarat-syaratnya, berikut ini merupakan penjelasan mengenai hal tersebut.

Rukun Wakaf

Menurut jumhur ulama dari mazhab Syafi’i, Maliki dan Hanbali, mereka sepakat bahwa rukun wakaf ada 4, yaitu:

1. Orang yang memberikan wakaf (Wakif)

2. Orang yang menerima wakaf (Mauquf ‘alaih)

3. Barang atau harta yang diwakafkan (Mauquf)

4. Ikrar penyerahan wakaf kepada badan atau orang tertentu (Sighat)

Syarat-Syarat Wakaf

a. Orang yang memberikan wakaf berhak atas perbuatan itu dan atas kehendaknya sendiri.

b. Orang yang menerima wakaf harus jelas, baik berupa organisasi, badan atau orang tertentu.

c. Berlaku untuk selamanya, artinya tidak terikat dalam jangka waktu tertentu.

d. Barang yang diwakafkan berwujud nyata pada saat diserahkan.

e. Jelas Ikrarnya, dan penyerahannya lebih baik tertulis dalam akta notaris sehingga jelas, dan tidak akan timbul masalah baru pada pihak keluarga yang memberi wakaf.

Hukum Wakaf

Wakaf hukumnya sunah dan harta yang diwakafkan terlepas dari pemiliknya, lalu  semata-mata menjadi hak Allah, tidak boleh dijual atau dihibahkan untuk perseorangan dan sebagainya.

Wakaf harus digunakan menurut ketentuan akad wakaf pada waktu mewakafkan. kelebihan wakaf dari amal-amal lain, ialah telah disebutkan dalam hadits, dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah Saw bersabda:

Dari Abu Hurairah ra bahawa Rasulullah Saw bersabda: ” Jika anak adam telah meninggal, maka putus semua amalnya kecuali tiga: amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shaleh yang mendoakan kepadanya.” (HR. Muslim)

Baca juga : Pengertian Gadai, Rukun dan Syaratnya dalam Islam

Wakaf Terhadap Orang Kaya

Apabila pewakaf mensyaratkan bahwa wakafnya itu tidak akan diberikan kecuali kepada orang yang kaya, para ulama berselisih pendapat. Mereka ada yang berpendapat diperbolehkan wakaf yang seperti itu, karena bukan perbuatan maksiat. Ada pula yang melarangnya sebab syarat itu adalah bathil karena diberikan kepada yang tidak bermanfaat bagi pewakaf baik dalam urusan dunia maupun agama.

Penggantian Wakaf

Adapun mengganti apa yang dinadzarkan dan akan diwakafkan dengan yang lebih baik, seperti dalam penggantian hadiah, maka ada dua macam:

1. Penggantian karena kebutuhan, misalnya karena macet, maka dijual dan harganya digunakan untuk membeli yang dapat menggantikanya. Seperti kuda yang diwakafkan untuk perang, bila tidak mungkin lagi dimanfaatkan dalam peperangan, maka dijual untuk membeli apa yang dapat menggantikannya. dan masjid misalnya, bila tempat disekitarnya rusak, maka dipindahkan ke tempat lain atau dijual untuk membeli apa yang dapat menggantikannya.

Apabila tidak mungkin lagi memanfaatkan wakaf menurut maksud pewakaf, maka dijual untuk membeli apa yang dapat menggantikannya. Bila majid rusak dan tidak mungkin lagi untuk di ramaikan, maka tanahnya dijual untuk membeli apa yang dapat menggantikannya. Ini semua diperbolehkan, karena bila pokok (asal) tidak dapat untuk mencapai maksud, maka digantikan oleh yang lainnya.

2. Penggantian karena kepentingan yang lebih kuat. Misalnya menggantikan hadiah dengan yang lebih baik. Jika masjid, apabila di bangun masjid lain sebagai penggantinya yang lebih layak bagi penduduk sekitar. Maka masjid yang pertama dijual. Hal ini dan yang serupa dengannya diperbolehkan menurut imam ahmad dan ulama-ulama lainnya.

Imam ahmad berdalil bahwa Umar bin Khattab ra memindahkan masjid Kufah yang lama ke tempat baru, dan tempat yang lama itu dijadikan pasar bagi penjual-penjual tamar. Ini adalah penggantian tanah masjid. Adapun penggantian bangunannya dengan bangunan lain, maka Umar dan Utsman ra pernah membangun masjid Nabawi tanpa mengikuti bangunan pertama dan dengan memberi tambahan. Demikian pula pada Masjidil Haram. Seperti yang terdapat dalam hadits bahwa Rasulullah Saw, berkata Aisyah:

“Seandainya kaummu itu masih dekat dengan kejahiliyahan, tentulah ka’bah itu akan aku runtuhkan , dan aku jadikan dalam bentuk rendak, serta aku jadikan baginya dua pintu: satu untuk masuk dan satu untuk keluar.”

Baca juga : Hukum Rukun dan Syarat Hibah (Pemberian)

Seandainya ada alasan yang kuat tentulah Nabi Saw mengubah bangunan Ka’bah oleh sebab itu maka diperbolehkan mengubah bangunan wakaf dari satu bentuk ke bentuk lain demi maslahah yang mendesak.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.