Pengertian dan Rukun Hutang Piutang – Apa itu Hutang Piutang..? Hutang piutang adalah memberikan sesuatu kepada seseorang dengan perjanjian dia akan membayar atau mengembalikan barang tersebut dengan jumlah yang sama, misalnya seseorang berhutang kepada kita sebesar Rp. 1000.000 maka seseorang tersebut harus mengembalikan sebesar Rp. 1000.000 atau jika hutang tersebut berwujud bahan makanan pokok seperti beras misalnya, maka seseorang yang berhutang tersebut juga harus membayar dengan beras yang jumlahnya sama.
Jika ada tambahan waktu mengembalikan hutang itu, lebih dari jumlah semestinya harus diterima, dan tambahan itu telah menjadi perjanjian sewaktu akad, maka tambahan dari jumlah yang semestinya, tidak halal atas piutang pengembaliannya. Dalam hal ini rasulullah saw bersabda:
كُلُّ قَرْضٍ جَرَّ مَنْفَعَةً فَهُوَ رِبًا
Artinya: “Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka ia termasuk riba.” (HR. Haris bin Usamah)
مَامِنْ مُسْلِمٍ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًامَرَّ تَيْنِ اِلَّا كَانَ كَصَدَ قَتِهَامَرَّةً
Artinya: “ Seorang muslim yang menghutangi seorang muslim dua kali, seolah-olah ia telah bersedekah satu kali.” (HR. Ibnu Majah)
Rukun Hutang Piutang
Adapun rukun dalam hutang piutang adalah sebagai berikut:
a. Lafadz
b. Orang yang berhutang dan yang berpiutang
c. Utang atau barang yang di piutangkan.
Baca juga : Hukum Rukun dan Syarat Hibah (Pemberian)
Sedangkan untuk hukum memberi piutang adalah sunah, sama halnya seperti dalam hal tolong menolong dalam hal yang lain. Rasulullah saw bersabda:
وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ اَخِيْهِ
Artinya: “Allah akan menolong, hamba-Nya selama hamba itu suka menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
Memberi hutang kadang-kadang dapat menjadi wajib seperti jika menghutangi orang yang terlantar atau orang yang sangat membutuhkan. Dan bahwa hal ini adalah suatu pekerjaan yang amat besar faedahnya terhadap masyarakat, karena masyarakat satu sama lain hajat menghajatkan pertolongan.
Apabila orang yang berhutang itu memberikan kelebihan dalam membayar hutang, boleh diterima. Rasulullah saw bersabda yang artinya:
Dari Abu Hurairah ra : Rasulullah telah menghutang hewan, kemudian beliau bayar dengan hewan yang lebih besar umurnya daripada hewan yang beliau utang itu dan Rasulullah Muhammad Saw, berkata: “Orang yang paling baik diantara kamu ialah orang yang dapat membayar hutangnya dengan yang lebih baik”. (HR. Ahmad dan Tirmidzi lalu di sahihkan nya)
Tetapi apabila tambahan itu merupakan kehendak dari orang yang berpiutang, yang dicantumkan pada perjanjian atau telah menjadi perjanjian sewaktu akad, maka tambahan itu tidak halal/ riba. Sebagaimana sabda Rasulullah saw yang artinya:
“Tiap-tiap piutang yang mengambil manfaat, maka ia semacam dari beberapa macam riba.” (HR. Baihaqi)
Sedangkan orang yang mampu membayar hutang, bila dia menangguhkan dan tidak melunasi hutangnya setelah sampai pada batas waktunya. Dianggap sebagai orang yang zalim. Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“Penundaan pembayaran hutang dari orang yang kaya itu adalah perbuatan yang zalim.”
Baca juga : Hukum Asuransi Dalam Pandangan Islam
Dengan hadist diatas jumhur ulama berdalil bahwa penundaan pembayaran hutang dari orang yang sanggup membayarnya adalah dosa besar.